Dalam linguistik, sistem lambang bunyi yang arbitrer mengacu pada hubungan antara kata dan objek atau konsep yang diwakilinya. Hubungan ini tidak bersifat alami atau logis, melainkan berdasarkan kesepakatan atau konvensi sosial. Contohnya, tidak ada alasan intrinsik mengapa kita menyebut kucing sebagai 'kucing' dalam bahasa Indonesia atau 'cat' dalam bahasa Inggris. Ini adalah kesepakatan yang dipelajari dan disepakati oleh pengguna bahasa.